Minggu, 29 Juli 2012

BAMBU KERING

BAGIAN SATU
(CATATAN)

Meletakkan sesuatu pada tempatnya, mungkin itu yang bias memulihkan keadaan. Egoisme individu yang selalu meliputi setiap nadi hari-hari ku ini, sampai detik ini tak bias dilepaskan. Dimana letak tanggung jawab moril hati nurani yang sudah terikat dalam suatu bingkai yang dinamakan pernikahan. Jika tidak pernah ada kelapangan hati untuk menerima kenyataan hidup, sebuah kenyataan bahwa yang disatukan dalam sebuah pernikahan adalah dua hal yang berbeda. Dua individu yang berbeda, dua hati yang isinya tak sama, dengan latar belakang keluarga yang tak juga serupa. Pola pembentukan karakter yang berbeda diantara kita. Keseimbangan antara hak dan kewajiban, keterbukaan dan kejujuran. Itu mungkin jadi modal awal yang bagus untuk membuka jalan kedepan. Namun tak mudah untuk melakukan semua itu jika salah satu nya tidak mau membuka hati untuk saling memahami karakter.
Hanya ada Si Aku tak boleh ada yang lain merajai. Fitrah manusia itu untuk hidup berkelompok dan berpasang-pasangan. Butuh kesiapan mental dan keneranian besar dalam menjalani kedua nya. Dan untuk itu pulalah diperlukan keseimbangan hak dan kewajiaban antara para pelakunya, baik suami, istri dan orang-orang lain sebagai pemeran pendukungnya. Kewajiban suami memperlakukan istrinya dengan baik dan lemah lembut, fisik maupun secara mental. Memberikannya rasa aman, nyaman serta rasa kasih dan saying. Memberikannya hak sebagai seorang istri, hak dalam kehiduapan, hak untuk menguangkapkan isi hati dan perasaan, hak untuk bahagia bersama suami dan anak-anaknya dan juga yang paling pokok adalah hak untuk mendapatkan penghidupan yang pantas dan layak, hak untuk mendapat nafkah lahir dan batin dari suami. Demikian pula istri, kewajibannya adalah menjaga apa yang menjadi hak suami, fisiknya dan juga harta benda suami. Anak-anak mereka. Mengatur lajunya rumah tangga dengan baik serta mendidik anak kejalan kebaikkan.
Namun terkadanng semua itu tak juga berjalan mulus tatkala ada andil dan interpensi dari pihak lain yang tak berhak masuk dalam lingkup keluarga itu. Tapi sungguh tidaklah adil jika semua kesalahan dalam sebuah kegagalan dengan alas an apapun, hanya ditumpukan pada kaum perempuan. Mereka bukanlah alat memuas nafsu ataupun objek penderita. Perempuan tidak akan mengungkapkan rasa sedih dan kecewanya, bahkan rasa sakitnya jika ia masih mampu dan sanggup menahannya. Namun tidak semua, bahkan laki-laki cendrung tak mau tahu dengan keadaan ini. Perempuan lebih memiliki naluri dan perasaan yang teramat halus untuk merasakan sedikit saja sikap “tidak nyaman” orang lain terhadap dirinya. Dan itu bukan cengeng. Itu naluri alamiah perempuan. Bukan karena ia ingin di manja-manja, di sanjung-sanjung. Tapi lebih kepada rasa ingin si hargai, di mengerti dan disayangi. Jadi seorang laki-laki harus bersikap adil dan lebih peka. Perlakukanlah istrimu sama baiknya dengan engkau memperlakukan ibu mu sendiri.

Tidak ada komentar: