Dalam keheningan malam yang masih terasa begitu dingin, Si Aku terjaga dari sepanjang mimpinya dimalam itu. Dia mengumpulkan segenap rasa bangkitnya untuk melawan kantuk yang teramat sangat. Sejenak ia terduduk di tepi peraduan dan hanya menatap langit-langit kamar yang tak lagi putih. Gontai langkahnya membasuh tubuh dengan air suci. Dalam doanya ia bercerita :
Si Aku : "Wahai zat yang maha mulia, Tuhan pemilik jiwa dan raga ini.... Aku mengadu dihadapan Mu.Apakah ini jawaban dari semua doa-doaku Tuhan...? Mengapa begitu nanar jerat takdir ini mengikatku. Begitu hempasnya raga ini dalam kehampaan. Tulus yang aku beri, namun hanya kesakitan dan kelukaan lagi yang datang menghampiriku. Apa salahku, Tuhan...Apa dosaku... Hingga raga ini begitu teraniyaya oleh jerat dustanya"
Malaikat : "Janganlah kau nistakan Tuhan mu, karena ia begitu menyayangmu, ratap dan iba mu begitu dirindukan Nya. Doa mu pun sudah di jawab Nya. Memohon ampunlah pada Nya dengan kerendahan hati mu"
Si Aku : "Namun hati ini begitu sakit, dustanya di atas setiaku telah mengaiaya jiwa raga ini. Lagi... Lagi dan lagi kesakitan ini kurasa. Apa aku tak punya hak untuk bahagia? Apa ini balasan dari semua dosa? Sungguh tak adil rasanya..."
Malaikat : "Jangan pernah menghakimi Tuhan mu, karena sesungguhnya Dia lah hakim yang maha adil di langit dan di bumi. Tidak ada yang tak berhak, tidak ada yang tak berbalas. Semua dinilai Nya dengan seadil-adilnya"
Si Aku : "Tapi aku tak ingin sakit lagi, Tuhan... Aku tak ingin terluka lagi. Jika memang ia bukan untukku, lepaskkanlah aku dari jerat-jeratnya. Biarkanlah ia merasakan kesakitan dan kelukaan yang sama, agar ia mengerti akan rasa. Aku hanya memohon. Aku mengiba keadilan pada Mu, Tuhan..."
Arsip Blog
- Mei 2010 (1)
- November 2010 (5)
- Januari 2011 (9)
- Juli 2012 (2)
- September 2012 (1)
- November 2012 (2)
- Januari 2013 (1)
- Desember 2014 (1)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar