14 FEBRUARI 2003
Aku tak percaya pada kebahagiaan. Pada sebuah mimpi yang menjadi kenyataan. Aku tak begitu suka keramaian. Aku merasa lebih nyaman dengan kesendirianku di kamar kecilku ini. Entah setan apa yang merasuki tubuh ni, tapi sudah sejak lama aku kehilangan senyum dan kepercayaan diri. Mungkin jiwa ini sakit. Entahlah….Aku hanya ingin sendiri. Ya, kesendirian dalam kesunyian jiwa, sendiri dalam bola-bola pikiranku yang berputar-putar mengelilingi isi kepalaku. Apakah tak pantas aku bahagia? Tak pantaskah aku dicintai? Mereka hanya memandangku sebelah mata, mencibirku dan memandangku dengan tatapan aneh. Aku si perempuan buruk rupa berusia 26 tahun dengan bobot 90 Kg dan tinggi 164 Cm. Bak seekor itik buruk rupa yang mengimpikan menjadi seekor angsa yang molek dan anggun. Mustahil…!!!!
Yaaaccchhh……..kebahagiaan itu memang tak pernah beramah-tamah padaku. Tak pernah datang membelaiku. Mungkin orang-orang berfikir kalau aku ini terlalu cengeng, tapi mereka tidak berada dalam posisi ku. Aku yang terlahir dari sebuah keluarga yang broken home. Waktu aku berumur tiga tahun kedua orang tuaku bercerai. Aku kehilangan kasih saying keduanya. Aku yang tak tahu apa-apa itu dititipkan di rumah salah seorang kerabat Ayah.
Pacar?? Ahhh, aku hampir-hampir lupa dengan semua itu. Masalah pelik dalam keluargaku mengambil semua nya dari ku. Sebenarnya bukan dia saja yang merasa bosan dengan alur hidupku yang seperti ini. Aku sendiripun sudah jenuh dengan semua ini. Aku hanya menyibukkan diri dengan rutinitas pekerjaan, aku sama sekali tak perduli dengan yang lain. Tapi ternyata aku salah, salah besar. Menghindar dari masalah bukannya bisa membuatku tenang. Memang tidak enak rasanya saat di tinggalkan atau meninggalkan, apalagi cinta yang kita jalin sudah terasa begitu erat dan seperti tak bisa dilepaskan lagi. Perasaan menjadi campur aduk, yang hitam jadi putih dan sebaliknya. Perih sih rasanya…, namun tetap dijalani karena seseorang pergi biasanya mempunyai alasan yang kuat, kecuali jika seseorang pergi karena sudah menguras semuanya dari pasangannya itu baru dibilang kurang ajar, sangat pantas digebukin tuh….
***
“Jangan pernah meyesali apa yang telah digariskan oleh –Nya. Yakinlah dia akan memberikan yang terbaik untukmu”
Kata-kata itulah yang mengguatkanku. Yang membuat aku mampu bertahan hingga saat ini. Setiap kali aku mengeluh didekatmu, kau selalu bias menenangkan gejolak dihatiku. Kata-kata yang kau ucapkan itu selalu mendamaikan hatiku. Selalu menguatkan jiwa ini yang hampir rapuh. Berada didekatmu terasa begitu tenang dan nyaman. Yach, sudah delapan tahun berlalu sejak terakhir aku melihatmu di bandara. Aku bersumpah, aku tidak akan pernah lupa hari-hari yang telah kita lalui bersama di negeri sakura ini. Dua tahun yang penuh kenangan. Yaaaa…musim semi yang indah di Yokohama.
“Bagaimana Rieska? Kau sudah siap? Sebentar lagi besawat berangkat”
Aku tersadar dari lamunan ku. Aku mengganguk pelan sambil memasang sabuk pengaman. Tokyo – Jakarta. Sebuah perjalanan yang menyedihkan hati. Negeri ini selalu mengiatkanku padamu. Kisah yang tak bisa kuulang kembali. Kesahajaanmu itulah yang membuatku bergairah lagi menapaki tanah sakura ini. Namun bayangan itu tak lagi dapat aku temui. Erlangga Prayoga.
***
Aku berdiri menunggu teman-temanku datang.15 menit aku menunggu di tanah lapang disalah satu sudut kota. Mereka datang satu per satu, sahabat-sahabat terbaikku Nita, Rika, dan Zee. Kami berempat pergi ketempat biasa nya kami nongkrong, hari ini hari minggu, acara bulanan kali kami kali ini tanpa kehadiran Sarah yang sedang berbulan madu. Ada yang hilang dari kami. Ketika selesai makan, mulailah Zee dengan kekonyolannya, sungguh aku tak ingin merubah suasana ceria seperti ini jadi suasana sedih. Kulangkahkan kaki ku untuk beranajak dari dudukku, pandanganku membaur kesemua sudut kota yang hinggar bingar dibalik kaca kafe. Lalu lalang krndaraan sejenak menyita perhatiaanku, hingga Nita menepuk bahu ku.
“Hei, kamu kenapa sich?? Dari tadi melamun terus. Ada masalah ya??”
“Tidak”, jawabku singkat.
Semua mata teman-teman tertuju padaku. Aku merasa terpojok oleh tatapan mereka yang penuh selidik.
“Pasti ini tentang Angga”, tebak Zee yang duduk disampingku.
Aku menundukkan kepala. Sebisa mungkin aku tahan airmata ku, aku tak ingin menangis dihadapan mereka. Namun ternyata aku tak sanggup, lima menit kemudian airmata ini mengalir, memecah keheningan kami.
“ A…a…a..apa aku ini begitu hinanya, sehingga Tuhan tak mau bergagi kebahagian sedikit saja denganku. Dan kenapa tidak ada yang pernah menilai ku sebagai manusia yang punya hati nurani, bukan seperti barang kotor yang menjijikkan. Bukan salahku jika aku terlahir dari keluarga yang berantakan, bukan salahku juga aku mempunyai tubuh seperti ini, seperti seekor lembu yang buruk rupa. Dan….”
“Tidak Rieska, tidak…. Kamu tidak boleh berfikir seperti itu. Kamu itu baik, sahabat yang terbaik yang pernah kumiliki. Tuhan punya rencana indah untukmu. Pasti…!!!”, ucap Zee sambil memelukku erat. Ahhh, kalian memang teman-teman yang baik. Terima kasih untuk semuanya, sahabat-sahabatku.
***
Sejak memasuki bulan Februari aroma mawar tercium hampir disetiap sudut kota. Aku mempercepat langkahku. Aku sudah hapir terlambat datang ke kantor. Tapi beruntunglah, aku sudah berada di depan pintu ruang kerjaku tepat pukul delapan pagi. Sebagai staf ahli senior, aku memiliki ruang kerja tersendiri. Setiap pagi pak Ujang, ofiice boy kami selalu menata dan membersihkannya sebelum para karyawan datang. Dan… wah… apa ini??? Surat?? Tak ada nama pengirimnya. Seikat mawar merah terhias rapi di atas meja kerjaku. Dengan rasa penasaran aku membuka surat itu.
Tanganku mendadak dingin setelah membaca nama pengirim diakhir surat. Erlangga Prayoga. Ya, Tuhan… dia ingin bertemu denganku. Mengundangku makan malam dirumahnya. Ternyata dia ada di kota yang sama denganku.
Malam ini aku jadi seraba salah. Aku sudah ada di teras rumah dengan dandanan rapi sejak pukul tujuh tadi. Hatiku masih tak percaya. Apa benar Angga akan datang? Debar jantungku masih berburu dengan detik jarum jam yang berputar cepat. Dan sepuluh menit kemudian Angga sudah berdiri dihadapanku dengan senyuman manisnya. Yaaa…. Senyuman yang selalu kurindukan.
“Sudah siap”
Aku hanya tersenyum malu dan menganggukkan kepala. Aduhhh, jadi salah tinggkah nich jadinya.
“Aku akan memperkenalkan kamu pada kedua orang tuaku. Dan kalau kamu izinkan aku ingin segera menjadikan kamu kekasih halalku”, ucap Angga saat dimobil tadi.
Ya, ampuuun…mimpi tidak ya ini. Angga menatapku, sepertinya ia menunggu jawabanku. Wajahku memerah, aku tak berani menatapnya. Diam. Hanya sebuah anggukan kecil tanda setuju. Sambil mengucapkan terima kasih, Angga menggengam tanganku. 14 Februari 2003, aku temukan cinta itu. Aku temukan kebahagiaan itu. Terima kasih, Tuhan.
Arsip Blog
- Mei 2010 (1)
- November 2010 (5)
- Januari 2011 (9)
- Juli 2012 (2)
- September 2012 (1)
- November 2012 (2)
- Januari 2013 (1)
- Desember 2014 (1)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar