Senin, 29 Desember 2014

MENENTANG BADAI

Binar rembulan di langit kota Redup temaram enggan menari Biasnya pancarkan sendu tipis diwajahnya Terdiam dalam ketakberdayaannya Angin yang dingin berubah kencang Membuat sebuah pusaran kelabu hitam Dalam dinginnya malam di hatinya yang terluka Badai di sudut hati tak jua mereda Mengukir sebuah luka yang menganga Perih.... Pedih... Dan tak kunjung membaik Dongakkan kepala ke atas langit Menatap tiap-tiap desahan luka dan duka Mencari sebuah pelita di sudut lain cakrawala Namun angin itu makin menjadi, kencang .... Hanya sebuah ranting kecil tempat ia berpijak Menahan hempasan prahara yang begitu dahsyat Dengan gemetar ia angkat tapak kaki nya Setapak demi setapak, maju dan laju Gegar tubuhnya makin menjadi, kencang ... Menahan semua sakit di pijakan jalan berbatu Roboh... tersungkur ia dalam diamnya Hanya duduk diam memeluk seluruh tubuhnya Dengan airmata ketakberdayaannya Tak mampu lagi menentang badai (Taken from Surat Untuk Papa-novel by Luna Hanayuki) https://www.facebook.com/notes/luna-hanayuki/menentang-badai/10152492830110308